Lomba Blog Depok


kunjungi : lomba blog depok

Senin, 12 Juli 2010

Antara Aku, Sunny, dan Kota Depok - Part II ~ Depok Plaza

Kota Depok tidak asing buatku. Terutama untuk orang yang tinggal di Selatan Jakarta. Konon asal muasal nama Depok singkatan dari bahasa Belanda, "De Eerste Protestante Organiatie Van Kristenen," artinya Organisasi Kristen Protestan Pertama. Awal Depok dibangun pertama kali pada tahun 1681 oleh Cornelis Chastelein. Sudah dapat dipastikan dulunya Depok masih semak belukar, hutan belantara, banyak binatang buas, sepi penghuni, orang Betawi biasa menyebutnya tempat jin buang anak.

Saat ini sudah jauh berbeda. Gedung dan pemukiman baru banyak bermunculan. Berawal dari dibangunnya RSSS (Rumah Sangat Sederhana Sekali) atau Perumnas, kemudian Real Eastate, hingga Apartemen. Muncul juga tempat-tempat perbelanjaan dari pasar becek di pinggir rel, lalu Pasar Swalayan, Hypermarket, Plasa, kemudian Mall, dan juga Town Square. Landmark Kota Depok terbaru, entah ini suatu prestasi atau prestise, telah rampung dibangun sebuah Masjid luas nan megah dengan kubah mewah terbuat dari emas!

Jika anda berkendaraan lewat jalan Margonda Raya, jalanannya macet, padat merayap, dipenuhi angkot, kanan-kiri dihiasi tenda kaki lima dari kuliner beraneka macam jenis dan rasa. Karena alasan itu kebanyakan warga Depok yang bekerja di Jakarta lebih suka naik Kereta Api. Umumnya mereka menggunakan Kereta Api Kelas Ekonomi. Selain jadwalnya sering dan lumayan tepat waktu, juga murah meriah, bahkan bisa 'gratis'. Tapi anda wajib menyiapkan mental dan fisik, untuk berjubel ria dengan ribuan penumpang yang tingkat kedisiplinannya rendah, ratusan pencopet, pengemis, pengamen, seniman dadakan, pedagang asongan, juga para lelaki hipersex yang suka -maaf- menggesekan burungnya pada penumpang wanita. Anda mesti siap juga jika sewaktu-waktu kereta api tenaga listrik itu mogok, karena anjlok, disambar petir, atau kabel sinyal dicuri orang yang tidak bertanggung jawab.

Minggu jam 9 pagi aku sudah berada di Stasiun Manggarai. Kurang dari 1 jam naik Kereta Jabotabek jurusan Bogor -melewati 10 stasiun : Tebet, Cawang, Kalibata, Pasar Minggu baru, Pasar Minggu lama, Tanjung Barat, Lenteng Agung, Pancasila, UI, Pondok Cina- lalu sampailah aku di Stasiun Depok Baru tujuanku. Arah Plaza Depok berada di seberang rel jika kita turun dari jurusan Jakarta. Untuk menyebranginya, kita harus lewat lorong bawah tanah stasiun yang pada malam harinya dihuni Tunawisma dan Waria.

Keluar stasiun, ramai penjual buah-buahan dari hasil bumi Depok, ada juga penjual makanan, minuman, rokok, kue, pakaian, pernak pernik perhiasan, dan lain-lain. Semua lapak, kios, meliputi sisi jalan sehingga membentuk lorong. Di ujung lorong jalan, kita akan bertemu Terminal Depok. Seperti umumnya terminal dalam kota, terminal itu padat sekali, cenderung semrawut. Tumpah-ruah bermacam moda transportasi darat : Mikrolet, Bis, Kopaja, Angkot yang memiliki jalur ngetem berbeda. Kepadatan armadanya menyebabkan beberapa angkot memiliki pangkalan di luar terminal. Dengan lokasi yang strategis, karena berada tepat di tengah kota, dan pusat perbelanjaan, serta langsung terhubung dengan jalan utama Margonda Raya. Terminal ini memiliki aroma khas -sniff...sniff- bau pesing amoniak menyengat.

Di depan terminal, seberang jembatan penyeberangan, di situlah Plaza Depok berdiri. Kami janjian di lantai 2, sisi Barat, dekat Game Center, samping Hokben, tepat di Pizza Hut titik point pertemuan kami. Aku datang lebih awal seperti mau interview kerja di perusahaaan Telco yang memiliki pelanggan puluhan juta, dengan penawaran gaji 3x lipat dari perusahaan sebelumnya, juga bonus tahunan yang besarnya belasan kali gaji pokok. Berpakaian casual -ngga matching- kaos merah, celana abu-abu, sepatu coklat merk Next. Ditambah Parfume Issey Miyake for Men, membuatku cukup percaya diri. Sekedar mengisi waktu luang aku sempatkan melihat serba-serbi isi Plaza Depok. Ke toko buku, gerai pakaian, toko jam tangan, sambil mataku jelalatan melihat tiap-tiap pengunjung wanita kalau-kalau ada yang mirip Sarah Azhari.

Handphonku berdering sekali, kulihat ada 2x missed call dari Sunny. Rupanya aku tidak mendengar telponnya saat jalan-jalan tadi. Dengan sigap ku callback panggilannya, "ya halo Sunny dimana? Aku sudah sampai."

"Aku juga sudah sampai di Pizza Hut niy, sudah pesan malah."

"OK aku segera kesana, Sunny duduk sebelah mana? Pakai baju apa?"

Pertanyaan cukup detil ini, disaat mendekati blind date, bukan untuk bertujuan memantau dari jauh calon teman kencanku, kemudian langsung kabur diam-diam menghindar jika wanita yang akan ditemui itu jauh dari ekspektasi. Tidak, tidak begitu bawaanku, aku ini lelaki penuh tanggungjawab.

"Aku duduk pas arah pintu masuk, berdua sama adikku pakai jilbab putih, buruan Didin ke sini pizzanya sudah diantar." Jawab Sunny dengan suara seperti sedang mengunyah.

Lewat eskalator aku langsung menuju Pizza Hut di lantai 2. Restoran itu dibatasi dengan dinding kaca sehingga kita bisa langsung melihat isi pengunjungnya dari luar. Jadi sebelum masuk, aku sudah bisa mencari posisi duduk Sunny. Searah pintu masuk, kulihat 2 wanita sedang duduk berhadapan. Yang satu berkulit putih, berambut panjang, dan yang satunya lagi memakai jilbab. Aku fokuskan pandanganku pada wanita berkulit putih -seperti sudah saling kenal- aku coba melambaikan tangan padanya. Wanita itu membalas lambaianku sambil tertawa kecil seolah berkata, "Iya benar sayang, ini aku yang kamu cari."

Saat aku mau masuk, serta-merta pelayan dengan sopan dan ramah membukakan pintu sambil berkata , "Silahkan, bisa saya bantu?" Tak acuh, karena mataku hanya tertuju pada Sunny, aku langsung nyelonong masuk, dan lupa mengucapkan terimakasih. Sunny pindah duduk di samping adiknya, lalu menyilahkan aku duduk. Kini, wanita yang selama ini hanya aku kenal lewat suaranya saja, berada langsung dihadapanku.

"Hai..kok tau sih kalau aku ini Sunny?" Aku hanya cengengesan, dan kagum, asli kayak artis, cantik mempesona, putih seputih melati, lembut selembut bulu kemoceng.

"Didin mau pesan apa?" Tanya Sunny sembari menaruh potongan Pizza Meat Lover’s dengan Stuffed Crust Cheese di piringku, kemudian menuangkan Lemon Tea ke gelasku yang sudah berisikan es batu. Cekatan, namun halus, gerakannya anggun, penuh perhatian.

"Oo nga usah, makasih, ini aja cukup kok." Bertemu dia laparku hilang, mataku menegaskan, sayangku, kamu tidak mirip Sarah Azhari, tapi lebih mirip Nabila Syakieb.

"Kenalin ini adikku Dea." Kami saling menyodorkan kedua telapak tangan terkatup, tanpa saling bersentuhan seraya menyebutkan nama. Pikiranku heran, orangtuanya gimana ya cara bikinnya? Kakak beradik dua-duanya cakep tanpa cacat.

"Mirip nga kita berdua? Cakep mana kakak sama adiknya?" Sunny mengakrabkan kami semua, ceria sekali. Batinku memohon ampunan, maafkan saya ya Bahrudin, kamu benar, kamu manusia paling baik di muka bumi.

Berangkat jam berapa dari Kost, macet ya?" Tetap antusias, Sunny terus bertanya.

”Jam 9, naik kereta jadi nga kena macet.” Harapanku kian merancau, oh Tuhan, diakah jawaban dari doa-doa ku?

"Wah desek-desekan dong, pengen ya sekali-kali nyobain naik kereta, kayak apa rasanya, hehehe seru kali ya Din?"

"Ya gitu deh, abis cuma itu transportasi yang cepet." Kalah gengsi aku jawab agak malu. Tinggal di Depok tapi tidak pernah naik Kereta? Ini hal langka, kejadian anomali. Setahuku Kereta adalah nafas transportasi warganya. Tersadar aku, anak orang kaya nih.

“Iya sekarang Depok dimana-mana macet, padahal ini hari minggu. Aku aja bawa mobil bisa sampai 1 jam sampai sini, padahal deket, mana nanti mau ke bengkel lagi. Capek dee.” O ow, dia bawa mobil sendiri, minder aku.

Sementara pikiranku campur aduk antara senang dan minder, Sunny terus memakan Pizza dengan lahapnya. Sayang sekali, jika ia bisa sedikit menjaga diet, hingga bisa turun berat badannya sebanyak 2 kilo saja, dia akan benar–benar mirip dengan Nabila Syakieb, atau bahkan Lindsay Lohan sekalipun.

Chubby menggemaskan pipinya, halus tidak berminyak, putih cemerlang sewarna dengan mutiara, tanpa bedak dan make up sedikitpun. Rona wajahnya merah jambu, seperti rutin facial dan lulur. Kalau tertawa, garis lancip hidung dengan kombinasi gigi yang tertata rapi terlihat manis sekali. Rambutnya tebal mengembang, hitam mengkilat dibelah tengah, ujungnya rapi karena tidak dipotong shaggy atau layer, halus jatuh tergerai utuh, sering creambath dan rebounding pasti. Sesekali ia menyelipkan rambutnya ke telinga, sexy sekali gerakannya. Memakai sweater tipis lembut menyatu ke badan, laksana sedang berpakaian leotard untuk menari ballet. Terlihat kontras nun serasi antara warna hitam sweater model lengan sebatas siku, dengan putih lengannya yang berbulu halus.

Tercium bau harum bercirikan khas Floral Oriental dari tubuhnya. Dugaanku -dan ternyata benar- dia memakai Parfume Kenzo Flower. Harumnya aroma wangi bunga, tercipta dari ramuan Rose, Violet, dan Jasmine. Berpadu dengan Opoponax, Vanilla, dan White Musk. Wewangian itu memberikan kesan Feminine, Sweet, dewasa, dan menggairahkan. Semerbak sekali, bagaikan suasana bertabur mawar merah hati di tempat kami makan siang bersama Sunny.

Usai pengalaman kencan pertama dengannya aku sudah mulai diliputi rasa pesimis. Sulit mencari alasannya jika wanita cantik diatas rata-rata itu selanjutnya sudi kenal dekat denganku. Apalagi berharap bisa jadi pacar, mimpi kali. Penyakit tidak PD mulai menghantui. Tapi tidak ada salahnya kalau aku hanya ingin sekedar berteman bukan? Jangankan teman tapi mesra, teman biasa saja pun aku rela. Wo o aku rela, ku relaa.

Khusus kaum wanita, ada banyak sisi yang mereka lihat pada diri kaum lelaki sehingga membuatnya jadi tertarik. Jauh lebih bervariatif daripada lelaki melihat sisi wanita. Tidak jarang kita melihat -misalnya- wanita cantik berpasangan dengan pria culun layaknya majikan dan pembantu. Diketahui ternyata si wanita tertarik dari sisi kecerdasan pria itu, atau talenta unik dari sang pria yang tidak dimiliki pria lain, atau dari sikap perhatian yang amat sangat kepadanya hingga membuat si wanita jatuh hati.

Bukti sikap ganjil wanita seperti itu banyak sekali, dari cerita klasik seorang Putri jatuh cinta pada seekor kodok, atau kisah si buruk rupa dan si cantik, The Beauty and the Beast. Cerita terbaru tentang Fiona sang putri dari kerajaan Far Far Away, rela membiarkan dirinya tetap dikutuk menjadi Ogre selamanya, agar bisa hidup bersama Shrek si raksasa hijau menakutkan, yang tinggalnya pun hanya di rawa-rawa. Itu semua contoh dalam dongeng. Tapi dalam dunia nyata pun ada, lihatlah pasangan Christian Karembeu dengan Adriana Sklenarikova, atau Siti Nurhaliza dengan Datuk Khalid.

Jadi kesimpulannya, bagi kaum wanita "ganteng itu relatif, -tergantung dari sisi mana dia melihatnya- sedangkan jelek itu pasti".

Tapi umumnya, 99,99% sisi yang menjadikan pria itu menarik dimata wanita, apa lagi kalau bukan 'bawaannya'. Lantas cowok kere macamku hanya bisa berharap kemungkinan yang 0,01% itu ada pada Sunny dalam menilai diriku. Oh..Dunia ini memang sungguh tidak adil.

Itulah awal cerita perkenalanku dengan Sunny, dan sekilas gambaran tentang Kota Depok. Serba-serbinya lebih banyak lagi aku kenali kemudian, setelah ternyata aku termasuk bagian lelaki yang paling beruntung di muka Bumi karena mendapat 0,01% kemungkinan berharga itu.

Selanjutnya, aku lebih banyak mengenal lokasi–lokasi menarik di Depok seperti : tempat makan yang paling enak, tempat belanja yang paling lengkap, tempat membaca yang paling nyaman, tempat nonton yang paling asik, dan tempat - tempat menarik lainnya.

Silahkan baca juga ...








Tidak ada komentar:

Posting Komentar